Premanisme Berkedok Penarikan Motor Kembali Terjadi, BSN dan FIF Disorot!


 

Tangerang, Catatanfaktanews — Penarikan sepihak kendaraan bermotor kembali terjadi di wilayah Kalapa Dua Kabupaten Tangerang. Kali ini, dugaan praktik premanisme menyeret nama PT. Bintang Sinergi Nusantara (BSN) Cabang Kelapa Dua dan leasing FIF Balaraja. Setidaknya enam pengguna motor Honda Beat tahun 2018 dengan nomor plat BG 5112 BAH menjadi korban penarikan paksa di lapangan tanpa prosedur hukum yang jelas.

Mereka mengaku dituding menunggak angsuran, meski tidak pernah menerima surat resmi maupun panggilan dari pihak leasing sebelumnya. Mirisnya, aksi ini dilakukan dengan cara membrudul alias mengepung pengguna motor secara kasar dan intimidatif, bahkan di ruang publik yang menimbulkan trauma psikologis bagi korban.

Kejadian ini menyisakan banyak pertanyaan. Kenapa BSN bisa memiliki data konsumen secara rinci? Dari mana data penunggak diperoleh? Apakah tidak ada pelanggaran dalam penyebaran data konsumen tersebut? Publik mulai mempertanyakan legalitas dan etik dalam praktik penagihan yang dilakukan perusahaan pembiayaan ini.

Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 menegaskan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan dan keamanan, serta perlindungan dari tindakan sewenang-wenang. Penyitaan tanpa proses peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) jelas dilarang.

Penyebaran data pribadi konsumen juga diduga melanggar UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Pasal 65 menyebutkan bahwa pihak yang menyebarkan data pribadi tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana hingga enam tahun penjara dan denda maksimal Rp6 miliar.

“Ini bentuk arogansi dan pemalakan berjubah legalitas. Masyarakat kecil dijadikan tumbal keserakahan sistem, padahal Islam menekankan keadilan dan perlakuan manusiawi dalam urusan utang-piutang,” tegas Ustadz Ahmad Rustam. Ia menilai praktik leasing seperti ini jauh dari nilai-nilai keadilan sosial dan berpotensi menambah beban moral masyarakat.

Sementara itu, Ketua YLPK PERARI DPD Banten Rizal Jarkasih, mengecam tindakan leasing yang diduga melibatkan pihak ketiga dalam bentuk matel atau debt collector ilegal. “Kami akan menyurati OJK dan mendesak investigasi atas pelanggaran etik, terutama soal penyebaran data pribadi dan metode penarikan yang intimidatif. Ini sudah masuk ranah pidana,” ujar Rizal.

Pemkab Tangerang dan dinas terkait Dinas Perhubungan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindag, Satpol PP hingga Bagian Hukum harus segera turun tangan. Jangan hanya diam saat rakyatnya ditindas. Tunjukkan bahwa anggaran yang mereka kelola dari pajak rakyat dipertanggungjawabkan dengan kerja nyata.

Tak hanya Pemkab, OJK dan Kepolisian juga harus ambil peran. Dalam KUHP Pasal 368, penarikan paksa tanpa dasar hukum jelas merupakan tindakan pemerasan yang dapat dipidana. Jika tidak segera ada tindakan tegas, kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan akan makin tergerus.

Kondisi ini juga menuntut DPRD Kabupaten Tangerang untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga keuangan di wilayahnya. Jangan biarkan praktik seperti ini menjadi budaya. Sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional harus menjadi opsi nyata untuk memberikan efek jera.

Media hadir sebagai suara yang mengingatkan. Ketika penguasa abai, ketika aparat lesu, maka suara rakyat harus digaungkan melalui pena. Ini bukan sekadar kasus leasing, tapi masalah moral, hukum, dan keadilan sosial.

Kami menunggu tanggapan resmi dari BSN, FIF Balaraja, serta seluruh pihak terkait. Jika memang tidak bersalah, buktikan dengan transparansi dan akuntabilitas, bukan diam dan saling lempar tanggung jawab.

Sebagai penutup, kami berharap agar semua elemen aparat, lembaga pengawas, dan pemerintah daerah segera membuka mata. Stop pembiaran. Hukum bukan hanya untuk yang lemah. Keadilan adalah hak semua warga negara termasuk mereka yang hanya punya sepeda motor sebagai alat penghidupan.

(Tim/Redaksi CFN).

Berita Terkait

Top